Cukai adalah pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen
yang menikmati/menggunakan obyek cukai. Pengertian cukai berdasarkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut "Cukai
adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu
yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam
undang-undang ini". Obyek cukai pada saat ini adalah cukai Hasil
Tembakau atau biasa disingkat HT (contohnya adalah rokok, cerutu, dan
sebagainya), Etil Alkohol, dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA)
atau yang kita kenal dengan minuman keras (contohnya adalah Whiskey,
Wine, Vodka, Brandy, Tequilla, Arak, dan lain-lain). Sebagai
perbandingan, negara tetangga kita, Malaysia menerapkan cukai pada 13
jenis produk.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli
oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik rokok
telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah pada
saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk
mengembalikan besaran cukai yang sudah dibayar oleh pabrik maka pabrik
rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu komponen
dari harga jual rokok tersebut.
Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Hal yang menarik adalah pengenaan cukai semen dan gula oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Cukai dipergunakan untuk mengontrol kebutuhan masyarakat pada gula dan semen demi kepentingan penjajah pada saat itu.
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dan lain-lain) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dan lain-lain). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dan lain-lain), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya.
Contoh kasus di negara tetangga adalah penggunaan deterjen yang berlebihan, yang telah mencemari sungai yang menjadi bahan baku pembuatan air minum publik oleh perusahaan pemerintah. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan biaya ekstra untuk proses produksi air minum tersebut. Pemerintah tidak dapat menaikkan harga air minum karena adanya resistensi publik atas rencana tersebut. Sebagai jalan keluar, dikenakan cukai pada semua produk deterjen di negara tersebut. Didasari atas asas keadilan, maka pertambahan biaya proses pemurnian air tersebut tidak dibebankan kepada konsumen air minum, tetapi dibebankan kepada setiap konsumen deterjen.
Asas yang sama telah berlaku pada para perokok aktif di Indonesia. Perokok pasif harus menanggung risiko yang lebih besar, oleh sebab itu cukai rokok dibebankan setinggi-tingginya.
Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Hal yang menarik adalah pengenaan cukai semen dan gula oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Cukai dipergunakan untuk mengontrol kebutuhan masyarakat pada gula dan semen demi kepentingan penjajah pada saat itu.
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dan lain-lain) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dan lain-lain). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dan lain-lain), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya.
Contoh kasus di negara tetangga adalah penggunaan deterjen yang berlebihan, yang telah mencemari sungai yang menjadi bahan baku pembuatan air minum publik oleh perusahaan pemerintah. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan biaya ekstra untuk proses produksi air minum tersebut. Pemerintah tidak dapat menaikkan harga air minum karena adanya resistensi publik atas rencana tersebut. Sebagai jalan keluar, dikenakan cukai pada semua produk deterjen di negara tersebut. Didasari atas asas keadilan, maka pertambahan biaya proses pemurnian air tersebut tidak dibebankan kepada konsumen air minum, tetapi dibebankan kepada setiap konsumen deterjen.
Asas yang sama telah berlaku pada para perokok aktif di Indonesia. Perokok pasif harus menanggung risiko yang lebih besar, oleh sebab itu cukai rokok dibebankan setinggi-tingginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar