Kamis, 18 Juni 2015

Demurrage & Detention

Pada prinsipnya container yang kita gunakan ketika melakukan pengiriman barang impor adalah milik pelayaran, dengan status dipinjamkan kepada eksportir atau importir. Ketika barang yang kita impor sudah tiba di pelabuhan tujuan (port of destination) maka biasanya pihak pelayaran memberikan batasan waktu kepada importir dalam menggunakan containernya. Batasan waktu tersebut bersifat variatif, tergantung perusahaan pelayaran (shipping lines) yang kita gunakan. Secara umum pihak pelayaran memberikan free time penggunaan kontainer antara 7 – 10 hari semenjak kapal atau barang tiba. Jadi artinya kita bisa menggunakan kontainer tersebut selama 7 – 10 hari tanpa dipungut biaya oleh pelayaran, namun jika lebih dari waktu itu maka pelayaran akan mengenakan biaya yang besarnya variatif (tergantung perusahaan pelayaran yang kita gunakan).


Istilah Demurrage bisa diartikan sebagai biaya (denda) yang harus dibayarkan oleh penerima barang (consignee / importir) karena terlambat mengembalikan container milik pelayaran dan posisi container tersebut masih di dalam pelabuhan. Jadi misal kita mendapatkan free time demurrage selama 7 hari, namun karena ada masalah dalam hal kepabeanan, kontainer baru bisa kita keluarkan dari port / kawasan pabean setelah 10 hari berada di port, maka dalam hal ini kita terkena denda keterlambatan pengembalian container selama 3 hari.

Sedangkan istilah Detention adalah biaya (denda) yang harus dibayarkan oleh penerima barang (consignee / importir) karena terlambat mengembalikan container milik pelayaran, namun posisi container sudah di luar pelabuhan / kawasan pabean.

Jadi disini bisa kita ambil kesimpulan bahwa Demurrage dan Detention merupakan kebijakan tiap – tiap maskapai pelayaran (shipping lines) yang diberikan kepada customernya (eksportir atau importir) dalam hal batas waktu penggunaan container. Sedikit tips mengenai hal tsb, kita bisa melakukan negosiasi ke maskapai pelayaran untuk memperpanjang batas waktu penggunaan container,  sehingga terhindar dari pembayaran denda Demurrage dan Detention.

Rabu, 17 Juni 2015

Certificate Of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA)



Certificate Of Origin (COO) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Surat Keterangan Asal (SKA) merupakan suatu dokumen yang berdasarkan kesepakatan dalam suatu perjanjian antar negara baik perjanjian bilateral, regional maupun multilateral. Dokumen tersebut fungsinya sebagai “surat keterangan” yang menyatakan bahwa barang yang diekspor (atau diimpor) berasal dari suatu negara yang telah membuat suatu kesepakatan (aggrement) dengan negara tersebut. Biasanya aggreement tersebut berkaitan dengan skema Free Trade Area dalam perdagangan internasional.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Certificate Of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA) merupakan dokumen yang dibuat oleh eksportir (seller) dan disertakan pada saat mengirim / mengekspor barang ke suatu negara tertentu dimana negara penerima barang tersebut telah menyepakati suatu perjanjian untuk memberikan suatu kemudahan bagi barang dari negara asal (origin) untuk memasuki negara tujuan tersebut, sebagai contoh kemudahan berupa keringanan bea masuk atau dengan kata lain fasilitas preferensi berupa pembebasan sebagian atau keseluruhan bea masuk impor yang diberikan oleh negara tertentu. Selain itu SKA juga berfungsi sebagai dokumen yang menerangkan bahwa barang ekspor tersebut benar-benar berasal, dihasilkan atau diolah di negara asal yang disebutkan di dalamnya.

Document COO Form D

Beberapa istilah yang perlu dipahami mengenai Certificate Of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA) :
  1. SKA Preferensi
    Adalah suatu fasilitas preferensi yang diberikan oleh negra atau kelompok negara tertentu bagi produk-produk yang memenuhi syarat berasal dari suatu negara dalam bentuk penurunan atau pembebasan tarif bea masuk. Yang tergolong dalam jenis SKA preferensi ini adalah Form A, Form D, Form E, Form AK, Form IJEPA, Form Handicraft Products, dan Form ICC.
  2. SKA Non Preferensi
    Adalah jenis dokumen SKA yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan atau dokumen penyerta asal barang yang diikutsertakan pada barang ekspor untuk dapat memasuki negara atau kelompok negara lain tanpa mendapat fasilitas penurunan atau pembebasan bea masuk negara tujuan. Yang tergolong dalam jenis SKA Non Preferensi adalah: Form B, Form Coffee (ICO), Form K Form Textile Product (TP) dll.
  3. Formulir SKA (Form SKA)
    Merupakan formulir yang berisi daftar isian SKA yang telah ditetapkan baik dalam bentuk, ukuran kertas, warna kertas dan ketentuan lainnya yang telah ditetapkan dalam perjanjian dengan negara atau kelompok negara lain. Biasanya formulir ini telah dicetak dan tersedia disetiap Instansi Penerbit SKA. 
  4. Instansi Penertbit Surat Keterangan Asal (IPSKA)
    Merupakan lembaga atau Instansi yang bewenang untuk menerbitkan SKA yang telah disepakati oleh negara – negara yang telah membuat perjanjian. Khusus di Indonesia, IPSKA ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan
  5. Ketentuan Asal Barang
    Merupakan suatu ketentuan administrasi yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan bahwa produk yang diekspor benar-benar dari negara asalnya atau negara tertentu.
    Cara perolehan produknya bisa berupa seluruhnya berasal dari negara pengekspor (wholly obtained goods) dan atau produk telah mengalami perubahan bentuk yang mendasar (substantial transformation)
     
  6. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Merupakan dokumen kepabeanan yang digunakan untuk memberitahukan adanya kegiatan ekspor barang ke negara tertentu atau dengan kata lain dokumen yang digunakan untuk pencatatan kegiatan ekspor barang. 
  7. Bill of Ladding (B/L) dan Air Way Bill (AWB) Merupakan dokumen bukti tanda terima barang dan atau pemilikan barang dan sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan barang yang dikeluarkan oleh maskapai pelayaran (B/L) atau penerbangan (AWB). 
  8. InvoiceMerupakan dokumen yang dibuat oleh eksportir mengenai jenis, spesifikasi barang, jumlah dan harga barang yang diekspor (Faktur Perdagangan). 
  9. Sales Contract (Kontrak jual beli) Merupakan dokumen bukti kesepakatan eksportir dan importir mengenai perjanjian jual beli dan syarat yang telah disepakati dan bersifat mengikat kedua belah pihak.
Manfaat COO / SKA
1. Untuk mendapatkan preferensi berupa penurunan atau pembebasan tarif bea masuk ke suatu atau kelompok negara.
2. Sebagai dokumen atau tiket masuk komoditi ekspor Indonesia ke negara tujuan ekspor.
3. Untuk mengetahui atau menetapkan negara asal barang (country of origin) suatu barang ekspor.
4. Untuk memenuhi persyaratan pencairan Letter of Credit (L/C) terhadap pembiayaan ekspor yang menggunakan L/C.
5. Sebagai salah satu alat untuk pelacakan jika terjadi tuduhan dumping
6. Untuk keperluan data statistik perdagangan ekspor impor.

Untuk biaya resmi pengurusan / pembuatan SKA di Indonesia cukup murah, jika kita merujuk ke peraturan resminya biaya pembuatan SKA tidak lebih dari Rp.10.000,-. Namun jika kita menggunakan jasa pihak ketiga untuk pembuatannya maka kita akan membayar biaya jasa mereka, tarif yang dikenakan biasanya berkisar Rp.100.000 – Rp.200.000 untuk sekali pengurusan SKA. Dan untuk pembuatan atau pengurusan SKA pada saat ini juga sudah bisa dilakukan  secara online yaitu melalui web : www.e-ska.kemendag.go.id

Kawasan Berikat

Pengertian kawasan berikat

Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas - batas tertentu yan didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang  bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas  barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia  Lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.

Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah Perseroan Terbatas, Koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk menyelenggarakan KB.

Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB

Kegiatan Dalam Kawasan Berikat


Kegiatan yang utama yang dilakukan di dalam KB adalah kegiatan pengolahan (industri / manufaktur / bukan hanya perakitan) yaitu kegiatan yang memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

PDKB dalam melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud diatas dapat memberikan atau menerima subkontrak kepada/dari PDKB lain atau perusahaan industri di DPIL.

Disamping itu di dalam KB dapat dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau  penimbunan barang. Syaratnya barang yang ditimbun tidak sama dengan barang yang dihasilkan / diproduksi oleh KB yang bersangkutan. Disamping itu barang yang ditimbun akan berfungsi untuk mendukung kegiatan industri KB itu sendiri atau perusahaan industri lainnya (Supporting Industries), misalnya untuk menimbun bahan baku.

FASILITAS DAN MANFAAT KAWASAN BERIKAT



Fasilitas Kepabeanan dan Perpajakan


Fasilitas Kawasan Berikat merupakan fasilitas yang "mewah" bagi perusahaan industri /
manufaktur yang berorientasi ekspor karena mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan sebagai berikut :

1.Penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22:

  • Atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata - mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap PDKB;
  • Atas impor barang modal atau peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB;
  • Atas impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.


2.Tidak dipungut PPN dan PPnBM

  •  Atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut;
  • Atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;
  • Atas pengeluaran barang dan atau bahan ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka sub kontrak;
  •  Atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;
  • Atas peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak.

3. Pembebasan cukai:

  •  Atas impor barang dan atau bahan untuk diolah lebih lanjut;
  • Atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut.

Disamping itu perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat masih bisa memperoleh kemudahan seperti:

  •  Barang modal berupa mesin asal impor apabila telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pengimporannya atau sejak menjadi aset perusahaan dapat dipindahtangankan dengan tanpa kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang.
  • PDKB yang termasuk dalam Daftar Putih dapat mempertaruhkan jaminan berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada KPBC yang bersangkutan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PDKB yang dipersyaratkan untuk mempertaruhkan jaminan.

Manfaat Kawasan Berikat


Dengan fasilitas yang diperoleh tersebut diatas, maka manfaat yang bisa dipetik oleh pengusaha dengan mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat antara lain:

  • Efisiensi waktu pengiriman barang dengan tidak dilakukannya pemeriksaan fisik di Tempat Penimbunan Sementara (TPS / Pelabuhan).
  • Fasilitas perpajakan dan kepabeanan memungkinkan PDKB dapat menciptakan harga yang kompetitif di pasar global serta dapat melakukan penghematan biaya perpajakan.
  • Cash Flow Perusahaan serta Production Schedule lebih terjamin
  • Membantu usaha pemerintah dalam rangka mengembangkan program keterkaitan antara perusahaan besar, menengah, dan kecil melaui pola kegiatan sub kontrak.

Syarat Pendirian Kawasan Berikat

1. Perusahaan yang dapat diberikan Izin sebagai PKB dan atau PDKB :
a. Dalam rangka PMDN
b. Dalam rangka PMA, baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh  
    peserta asing
c. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas
d. Koperasi yang berbentuk badan hokum
e. Yayasan

2. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan izin sebagai PKB / PKB merangkap
PDKB
a.   Fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait;
b.    Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau, UPL & UKL;
c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum& HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);
d.  Fotokopi bukti kepemilikan/penguasaan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun);
e.  Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
f.  Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai(KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto - foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;
g.    Surat Keputusan dari instansi Pemda terkait / Perda yang menetapkan area calon KB merupakan Kawasan Industri / Kawasan Peruntukan Industri (Kedepannya ijin KB hanya akan diberikan untuk perusahaan di dalam KAWASAN INDUSTRI);
h.    Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)
i.      Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)

3. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan persetujuan beroperasinya sebagai
PDKB :
  •  Rekomendasi dari PKB;
  • Surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait;
  • Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);
  • Fotokopi bukti kepemilikan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3(tiga) tahun);
  • Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
  • Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto - foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;
  • Saldo awal bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi, barang modal dan peralatan pabrik;
  • Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)
  • Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)

Impor Untuk Dipakai

Impor untuk dipakai adalah :
  • memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau
  • memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai





Berlaku azas              : SELF ASSESTMENT (Importir menghitung sendiri BM dan PDRI)
Dokumen                   : PIB (BC 2.0)
Penyampaian PIB     : - dalam bentuk data elektronik melalui sistem PDE Kepabeanan
                                    - dilakukan setelah mendapat nomor BC 1.1 (kecuali mendapat ijin  
                                      Prenotification dari Kepala Kantor Pabean)                                         
Pengurusan PIB       : - dapat dilakukan sendiri, atau
                                   - dikuasakan ke PPJK (Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan)
Penelitian LARTAS    :   1. oleh Portal INSW (Indonesia National Single Window) – by system
                                        2. oleh Pejabat Analyzing Point di Kantor Pabean

Pastikan kesesuaian data manifest, yakni data BC 1.1 yang dikirimkan oleh Ground Handling Airline ke SKP Bea dan Cukai dengan data House Airway Bill, meliputi :
  1. Nomor, merek, ukuran, jumlah dan jenis kemasan;
  2. Nama Consignee / Notify Party pada Manifes;
  3. Penggabungan Pos BC 1.1;
  4. kesalahan data lainnya atau perubahan pos manifes;
  5. Khusus untuk barang impor berupa makanan dan minuman, uraian barang yang diberitahukan dalam Inward Manifest dan AWB harus dibuat secara terperinci sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan barang tersebut kedalam pos tarif tertentu dalam 4 digit Kode HS (Harmonized System) pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).
Contoh uraian barang yang dapat dan tidak dapat diterima antara lain sebagai berikut
 
Barang impor dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau TPS (Tempat Penimbunan Sementara) setelah Importir :
  1. menyerahkan PIB (Pemberitahuan Impor Barang);
  2. memenuhi perijinan (LARTAS) dari Instansi Teknis Terkait;
  3. menyerahkan dokumen pelengkap pabean, yakni semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Airway Bill, dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan;
  4. melunasi BM (bea masuk) dan PDRI (pajak dalam rangka impor) melalui Bank Devisa Persepsi yang terhubung dengan Sistem PDE/EDI Kepabeanan dengan menggunakan dokumen SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak); data SSPCP dikirim dengan menggunakan Modul Penerimaan Negara oleh Bank Devisa Persepsi dan mendapatkan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara);
  5. mendapatkan respon SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) dari Sistem Komputer Pelayanan (SKP).

Barang Pindahan

Adalah barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah ke dalam negeri

Fasilitas Perpajakan
  • Impor barang pindahan diberikan pembebasan bea masuk
  • Ketentuan pembebasan bea masuk tidak berlaku terhadap barang pindahan yang dikategorikan sebagai barang dagangan atau kendaraan bermotor.
Fasilitas Pembebasan BM Barang Pindahan diberikan kepada :
  1. PNS, Anggota TNI atau Polri dengan kriteria :
    • menjalankan tugas ke luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun, dengan atau tanpa keluarga, yang dibuktikan dengan surat keputusan penempatan ke luar negeri dan surat keputusan penarikan kembali ke Indonesia dari instansi yang bersangkutan
    • menjalankan tugas belajar di luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun, dengan atau tanpa keluarga, yang dibuktikan dengan surat keterangan belajar di luar negeri dari instansi yang bersangkutan
  2. Pelajar, mahasiswa, atau orang yang belajar di luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan telah selesai belajar
  3. Tenaga Kerja Indonesia yang ditempatkan pada perwakilan Indonesia di luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun secara terus menerus, berdasarkan perjanjian kerja dengan Departemen Luar Negeri yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Perwakilan Republik Indonesia tempat bekerja dan surat perjanjian kerja dengan Departemen Luar Negeri
  4. Warga Negara Indonesia yang karena pekerjaannya pindah dan berdiam di luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun secara terus menerus, yang dibuktikan dengan surat keterangan pindah dan rincian barang yang telah ditandasahkan oleh perwakilan Republik Indonesia di negara yang bersangkutan
  5. Warga negara asing yang karena pekerjaannya pindah ke dalam daerah pabean Indonesia bersama keluarganya setelah mendapatkan
    • izin menetap sementara dari Direktorat Jenderal Imigrasi yang dibuktikan dengan Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) paling singkat 1 (satu) tahun; dan
    • izin kerja sementara dari departemen yang membidangi tenaga kerja yang dibuktikan dengan Kartu Izin Kerja Tenaga Asing Sementara (KITAS) paling singkat 1 (satu) tahun.
Persyaratan Barang Pindahan
  • Pada Manifest kolom Consignee, barang pindahan harus terdaftar atas nama Pemilik yang bersangkutan
  • Barang pindahan yang diimpor dan diberikan fasilitas pembebasan bea masuk harus tiba bersama-sama pemilik yang bersangkutan atau paling lama 3 (tiga) bulan sesudah atau sebelum pemilik barang yang bersangkutan tiba di Indonesia
  • Pemilik barang pindahan menyampaikan dokumen PIBK (Pemberitahuan Impor Barang Khusus) ke Kantor Pabean tempat pemasukan barang pindahan, dengan melampirkan :
    • daftar rincian jumlah, jenis, dan perkiraan nilai pabean atas barang yang dimintakan pembebasan bea masuk yang telah ditandasahkan
    • surat keterangan dan/atau dokumen terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
    • fotokopi paspor
    • dokumen persyaratan untuk pembebasan BM

Barang larangan dan/atau pembatasan (LARTAS)

adalah barang yang dilarang dan/atau dibatasi impor atau ekspornya

Siapa yang menerbitkan peraturan tentang LARTAS pemasukan dan pengeluaran barang impor ?
  • Instansi Teknis Terkait, yakni departemen atau lembaga pemerintah non departemen tingkat pusat, yang menetapkan peraturan LARTAS atas impor atau ekspor dan menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan.
Instansi Teknis manakah yang telah menetapkan aturan LARTAS ?
  • Instansi Terkait yang menetapkan peraturan LARTAS atas impor atau ekspor dan telah menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan, sampai periode Agustus 2013 adalah sebagai berikut :
    1. Kementerian Perdagangan
    2. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
    3. Badan Karantina Pertanian (Karantina Hewan dan Tumbuhan)
    4. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
    5. Kementerian Kesehatan
    6. DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)
    7. BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir)
    8. Bank Indonesia
    9. Kementerian Kehutanan
    10. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi
    11. Kementerian Pertanian
    12. Kementerian Perindustrian
    13. POLRI
    14. Kementerian Lingkungan Hidup
    15. Kementerian ESDM
    16. Kementerian Pertahanan
    17. Kementerian Budaya dan Pariwisata
    18. Kementerian Kelautan dan Perikanan
    19. Mabes TNI
    20. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara – Kementerian Perhubungan
Catatan : 5 Instansi Teknis terakhir hanya bertindak sebagai penerbit rekomendasi perijinan, bukan sebagai Penerbit Perijinan

Siapa yang berwenang mengawasi pemasukan atau pengeluaran barang yang termasuk kategori LARTAS ?
  • DJBC, sesuai kewenangan yang diberikan Kementerian Keuangan.
Sejauh mana wewenang DJBC dalam mengawasi pemasukan/pengeluaran barang yang termasuk kategori LARTAS ?
  • DJBC berwenang melakukan penegahan terhadap barang yang termasuk kategori LARTAS yang tidak dilengkapi perijinan dari Instansi Teknis Terkait
  • DJBC berwenang melakukan penegahan terhadap barang yang menimbulkan perbedaan penafsiran apakah termasuk kategori LARTAS atau tidak.
Bagaimana perlakuan barang LARTAS dalam mengawasi pemasukan/pengeluaran barang yang termasuk kategori LARTAS ?
  • DJBC berwenang melakukan penegahan terhadap barang yang termasuk kategori LARTAS yang tidak dilengkapi perijinan dari Instansi Teknis Terkait.
Apakah perijinan tersebut hanya untuk Impor Umum atau juga berlaku untuk Barang Kiriman ?
  • Ketentuan tentang LARTAS berlaku untuk semua jenis importasi, apakah itu impor umum, impor barang kiriman melalui PJT atau Pos dan juga melalui terminal kedatangan penumpang.
Apakah tidak ada pengecualian ?
  • Ketentuan tentang pengecualian perijinan diatur masing-masing di dalam peraturan dari Instansi Teknis terkait, jika peraturan tersebut tidak secara tegas mengatur adanya pengecualian, maka DJBC tidak berwenang memberikan persetujuan pengeluaran barang.
Bagaimana seandainya Importir tidak bisa mendapatkan perijinan dari Instansi Terkait ?
  • Importir dapat mengajukan permohonan reekspor atas barang yang diimpor (RTO-Return To Origin) atau mengajukan permohonan pengeluaran barang sebagian (tidak berlaku untuk kiriman EMS) dengan mengajukan permohonan ke Kepala KPPBC TMP Soekarno Hatta;
  • Dalam hal importir tidak melakukan pengurusan barang impor dalam waktu lebih dari 30 hari, maka status barang tersebut akan menjadi Barang Tidak Dikuasai (BCF 1.5).
Dimana bisa diperoleh informasi mengenai perijinan/LARTAS tersebut ?
  • Kunjungi website INSW pada laman http://eservice.insw.go.id/ Menu “Lartas Information”
  • Pada kolom “Search” pilih HS (Harmonized System) Code Impor, atau HS (Harmonized System) Code Ekspor, atau Lartas Impor Description, atau Lartas Ekspor Description
  • Masukkan Nomor HS atau uraian barang pada kolom “Keyword”
  • Untuk informasi lebih lengkap mengenai ketentuan importasi barang LARTAS yang melalui perusahaan jasa titipan (PJT) atau Pos, dapat dilihat di Panduan LARTAS.